NAK, berkacalah di cerminmu sendiri


 

NAK, berkacalah di cerminmu sendiri. Adalah nasehat yang selalu didengungkan oleh seorang ibu kepada anak tunggalnya yang berumur 11 tahun.
Ibu ini tidak mau memberi terlalu banyak nasehat, atau bahkan perintah yang kadang tidak berkhasiat. Semakin banyak atribut wejangan, anak pun bisa bingung yang mana mejadi prioritas dan juga sering lupa.
Memang sejak suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu, ia satu-satunya yang bertanggung jawab akan masa depan anaknya. Suasana dan kondisi keluarga pun semakin pilu lantaran ekonomi semakin parah. Maka ia lebih suka memberi nasehat itu tadi, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri.”
Ibu itu juga tidak mau menerangkan apa arti ungkapan itu. Ia membiarkan anaknya sendiri yang menemukan maknanya dan ia akan mengingatnya selalu.
Benar bahwa Roy, nama anaknya, yang masih berusia 11 tahun itu sama sekali tidak mengerti artinya.
Pada suatu hari, saat mereka makan malam anaknya berkeluh, “Mom, semua teman saya selalu diantar jemput, mereka suka makan di kantin. Pokoknya teman-teman saya selalu senang seperti tidak ada yang kurang” Ibunya yang mendengar “jeritan” anaknya merasa sangat pilu, air matanya mulai mengalir namun ia menahan diri. Ia tidak mau menangis di depan anaknya. Ia harus kuat dan teguh. Ia pun mengatakan, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri.” Untunglah anaknya tidak bawel dan memble. Menjelang tidur, anaknya merenungkan apa arti ungkapan ibunya itu.
Setahun kemudian, anaknya kembali berkeluh kesah, “Mom, hampir semua teman-temanku punya handphone, atau BlackBerry. Saat sekolah usai mereka selalu menelepon ayah mereka untuk dijemput.”
Kali ini ibunya tidak kuasa menahan air matanya namun ia cepat menyekanya, sekali lagi ia tidak ingin anaknya melihatnya sedih. Sambil memeluk anaknya ia mengatakan, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri. Setelah itu ibu itu bergegas ke kamar dan menangis di sana sendirian.
Akhirnya memang Roy mengerti apa arti ungkapan dari ibunya itu. “Lihatlah dirimu, keluargamu dan hidupmu sendiri. Terimalah apa adanya dan jangan terlalu banyak mengeluh apalagi menangis. Ubahlah “nasibmu” dengan tekad dan perjuanganmu sehingga kamu juga akan bisa seperti mereka yang mempunyai dan memiliki”. Itulah “butir-butir mutiara” yang terpatri di hati Roy. Semenjak itu, ia tidak mau lagi mengeluh. Kini ia selalu mengatakan, “Mom, nilai-nilaiku sangat bagus dan guru-guru selalu senang dengan saya karena pekerjaan rumah saya selalu bagus.” Kali ini pun ibunya tetap mengatakan, “Nak, berkacalah di cerminmu sendiri”. Roy mengartikannya, “Jangan cepat berpuas diri” Akhirnya Roy adalah anak yang sangat berprestasi dan selalu mendapat beasiswa.
****
Para sahabatku terkasih. Berkacalah di cerminmu sendiri, Ini adalah nasehat bijak dalam kehidupan bagi siapa saja, anda dan saya. Melihat diri lebih dahulu, menerima diri apa adanya dan jangan terlalu banyak mengeluh apalagi berputus asa. Jangan juga kita dikuasai oleh sikap gengsi sehingga kita malu tampil apa adanya. Tanamkanlah sikap optimis bahwa kita bisa mengubah nasib kita sendiri dengan tekad dan perjuangan. Ibu dan anaknya Roy adalah manusia biasa, miskin, tetapi mereka telah mengecap suatu Nilai Hidup yang luhur bahwa kebahagiaan dan kesuksesan adalah hak setiap insan

Leave a Reply