1. Cinta Dari Perspektif Psikoanalisa
Seorang psikoanalisis ternama Erich Fromm, dalam bukunya the Art of
Loving, menguraikan bahwa cinta adalah bagaikan seni,yang pengetahuan
tentangnya bertambah dan dilaksanakan dengan tekun, agar orang dapat
mencintai dengan baik. Cinta atau kasih sayang adalah terutama aktivitas
untuk memberi, bukan menerima. Namun banyak yang berpendapat bahwa
dalam soal cinta,yang perlu adalah agar dirinya dicintai, bukan mencintai.
Agar orang dicintai, orang menggunakan berbagai jalan. Bagi putra, yang
umumnya dilakukan adalah berusaha menjadi orang sukses agar banyak uang
dan kekuasaan. Bagi yang putri, memperindah tubuh dan penampilan. Baik
putra maupun putri berusaha meningkatkan tata cara, percakapan dan daya
tarik seksualnya agar laris dicintai. Ada pula yang berpendapat bahwa
tak perlu mempelajari cinta. Yang perlu adalah mencari obyek yang tepat.
Jika ketemu, barulah bisa mencintai. Tambah baik obyeknya tambah hebat
pula cintanya. Ada pula yang membaurkan cinta yang lebih langgeng yang
tidak menggebu-gebu dengan rasa jatuh cinta, di mana bahagia yang
dahsyat terasa ketika dua pribadi asing jadi satu, sehingga ia merasa
kehilangan cintanya di saat si dia sudah jadi biasa. Akibatnya, ia
mencari yang baru lagi dan lagi-lagi akan mengalami kekecewaan.
Erich Fromm melihat bahwa sikap menggampangkan cinta ini seringkali
menjadi sumber kekecewaan. Cinta bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh
karena itu perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk menjalankannya dengan
baik. Cinta yang paling jelas adalah perilaku seorang ibu pada anaknya
yang masih kecil. ia memberinya makanan dan minuman, memenuhi
kebutuhannya, merawat dengan lembut, memandikannya dan menjaga agar
anaknya tetap senang. Semua ini dilakukan tanpa mengharapkan apa-apa,
bukan sikap akal-akalan agar dapat imblan yang lebih baik. Itulah
sebabnya cinta ibu pada anakanya seringkali dijadikan ukuran cinta yang
sempurna, yang total. kepedulian aktif untuk kehidupan dan perkembangan
orang yang dicintai, itulah cinta. Jika ada orang mengatakan bahwa ia
mencintai tanamannya atau ternaknya, tetapi membiarkan tanamannya layu
atau hewan piaraannya kelaparan, itu bukan cinta.
Cinta adalah akitivitas yang terutama memberi, bukan menerima. Dalam
memberi itu, seseorang merasa bahagia, sebab merasakan bahwa dirinya
mempunyai kekuatan, kemampuan dan merasa hidup. Yang biasa memberi hanya
orang yang mempunyai, bukan yang tidak mempunyai. apa saja yang
diberikannya? Fromm menyebut empat unsur dalam cinta, yaitu kepedulian
(care), tanggungjawab (responsibility), penghargaan (respect) dan
pengetahuan (knowledge) seperti kepedulian seorang ibu pada anaknya.
Pada orang dewasa, kepedulian ini lebih bersifat memenuhi kebutuhan
psikologis. Dengan memberikan perhatian, mencoba mengerti sudut
pandangannya, peduli pada perjuangan dan usahanya. kepedulian ini sampai
dirasakan sebagi tanggungjawabnya, bukan tanggungjawab sebagai beban,
namun tanggungjawab yang lahir dari kasih sayang, sebagai ungkapan rasa
cinta. namun jika kurang hati-hati kepedulian dan tanggungjawab ini bisa
menjadi usaha untuk mendominasi, karena merasa dirinyalah yang paling
tahu tentang subyek yang dicintai. untuk menghindari ini perlu adanya
penghargaan, yakni menghargai keunikan orang yang dicintai dan tidak
mengubah dia seperti apa yang dikehendaki baru bisa mencintainya. orang
yang dicintai perlu dapat mengembangkan potenisnya tanpa dieksploitasi.
Cinta sama sekali tidak sama dengan seks. Cinta lebih agung daripada
seks. seks sendiri perlu dibingkai dengan cinta. tanpa cinta, seks
hanyalah mengakibatkan penderitaan.
2. Cinta Dari Perspektif Kristiani
Paus Bendiktus XVI menguraikan dengan sangat mendalam, makna cinta
yang sesungguhnya, dalam ensikliknya “Deus Caritas Est”. Bagian pertama
berbicara tentang hakikat cinta, hubungan eros dan agape, sedangkan
bagian kedua mengupas cinta Gereja sebagai komunitas, lewat organisasi
karitatif.
Dewasa ini, tulis Paus, istilah cinta (terj.dari love dari bah.
Inggirs dan amor dalam bah. Latin) telah menjadi salah satu kata yang
paling sering digunakan dan disalahgunakan, suatu kata yang diberi
beragam makna yang berbeda. Ada cinta pada negara, atau profesi, ada
cinta antara sahabat, ada cinta akan kerja, ada cinta antara orangtua
dan anak, antara sesama anggota keluarga, terhadap tetangga, dan cinta
pada Tuhan. Dalam keragaman arti ini, terutama satu yang paling
menonjol: kasih antara lelaki dan perempuan, di mana jiwa raga saling
terkait secara tak terpisahkan dan tampil kepada manusia sebagai
satu-satunya contoh kasih, sehingga semua jenis kasih lainnya memudar.
Kasih antara pria dan wanita, yang tak berasal dari pemikiran dan
kemauan, melainkan menimpa manusia, oleh orang-orang Yunani diberi nama
eros. Dalam perjanjian Lama, kata eros hanya digunakan dua kali,
sedangkan Perjanjian Baru sama sekali tak memakainya. Dari ketiga kata
untuk kasih- eros, philia (kasih persahabatan), Agape-tulisan PB lebih
suka memakai kata terakhir ini, yang dalam penggunaan bahasa Yunani
kurang penting. Dalam dunia Yunani, agama-agama sikap ini mengambil
bentuk upacara kesuburan, yang mencakup prostitusi “suci” yang
berkembang di banyak kenisah (kuil-kuil). Dengan demikian eros dirayakan
sebagai kuasa ilahi, sebagai persatuan dengan yang ilahi.
Perjanjian Lama dengan tegas menolak atau melawan agama semacam ini
yang sebagai godaan amat kuat melawan iman akan Allah yang esa. ia tak
menolak eros sebagi eros, melainkan memerangi kekuatannya yang
membinasakan. Karena mengilahikan eros yang terjadi di sini salah,
merampas martabatnya dan melecehkan kemanusiaannya. Para pelacur di
kenisah yang harus memberikan kemabukan ilahi, tidak diperlakukan
sebagai manusia, melainkan hanya sebagai obyek untuk mendatangkan
kegilaan ilahi. Mereka itu bukan dewa-dewi, melainkan manusia yang
disalahgunakan. Karena itu eros yang mabuk dan tanpa kendali bukan
kemajuan, ekstasi menuju keilahian, melainkan kejatuhan manusia. Dengan
demikian menjadi nyata bahwa eros membutuhkan pengendalian, pembersihan,
untuk memberi kepada maunsia, bukan kenikmatan sesaat, melainkan
prarasa kehidupan yang tinggi-kebahagiaan yang kita rindukan.
Dua hal yang perlu diketahui tentang eros dalam sejarah dan masa
kini. Pertama, bahwa kasih sedikit banyak berkaitan dengan yang ilahi.
Ia menjanjikan keabadian. Namun juga jelas bahwa jalan ke situ
(keabadian) tidak dapat dicari begitu saja dalam penguasaan oleh hawa
nafsu. Diperlukan penjernihan dan pendewasaan, yang juga dapat melalui
jalan pantang. Ini tidak menolak eros, tidak “meracuninya”, melainkan
tindakan memulihkan keagungannya. Kini, di tengah dunia yang mendewakan
tubuh, eros dilecehkan menjadi seks menjadi barang, benda, yang dapat
dijualbelikan. Manusia sendiri dalam pada itu menjadi barang. Ini jelas
bukan sikap positif manusia terhadap tubuhnya. Sebaliknya. ia menganggap
tubuh dan seksualitasya semata-mata sebagai kejasmanian yang
dimanfaatkannya dan dipakainya dengan perhitungan. Sikap ini bukanlah
tanda kebebasan, melainkan tanda kesewenangan memperlakukannya sebagai
sumber kenikamatan dan sekaligus pelecehan. Sebenarnya kita berhadapan
dengan pelecehan tubuh manusia yang tidak diintegrasikan dalam
keseluruhan kebebasan hidup kita, bukan lagi ungkapan hidup keseluruhan
eksistensi kita, melainkan dimerosotkan menjadi hal biologis belaka,
penghargaan semu terhadap tubuh dapat cepat berubah menjadi kebencian
terhadapnya. Sebaliknya iman kristiani senantiasa memandang manusia
sebagai dwitungal, padanya roh dan materi saling meresapi dan dengan
demikian, keduanya mengalami keluhuran baru. Eros ingin menarik kita
kepada yang ilahi, membawa kita mengatasi diri sendiri.
3. Bagaimana Cinta Harus Dihayati?
Petujuk penting yang dikenal dalam PL, Kidung Agung. Cinta suami
isteri dijunjung tinggi. Berbeda dengan kasih yang masih mencari dan tak
menentu, dalam kata agape diungkapkan pengalaman kasih, yang kini
sungguh berarti menemukan sesama dan dengan demikian mengatasi segala
unsur egiostis. Kasih kini menjadi keprihatinan dan perhatian bagi orang
lain. Ia tak lagi mencari diri sendiri, yakni tenggelam dalam kemabukan
dan kebahagiaan, melainkan apa yang baik bagi yang dikasihi. ia menjadi
pantang, ia bersedia berkurban, ia menghendakininya.
Pertumbuhan kasih menuju tingkat tang lebih tinggi dan pemurnian
batinnya berarti bahwa kasih menghendaki keadaan defenitif, dalam dua
arti, yakni ekslusivitas “hanya orang satu ini” dan dalam arti “untuk
selamanya”. Seluruh eksistensi dicakupnya dalam semua dimensisnya, juga
menyangkut dimensi waktu. Kasih menghendaki kebabaidan. Ia keluar dari
kungkungan diri sendiri ke penganugerahan diri, untuk penyerahan.
“Barang siapa menyelamatkan nyawanya, akan kehialangan nayawanya,
tetapi barangsiapa kehilanganya nyawanya, ia akan menyelamatkannya. (Luk
17:33). Dengan kata-kata itu Yesus melukiskan jalanNya sendiri, yang
melalui salib sampai kepada kebangkitan-jalan biji gandum, yang jatuh ke
dalam tanah dan mati dan dengan demikian menghasilkan buah melimpah.
Dengan itu Ia melukiskan juga hakikat kasih dan esksitensi manusia pada
umumnya dari pusat KurbanNya sendiri dan di dalamnya kasih yang
menuntaskan diri.
3. 1. Hakikat Cinta dalam Iman Alkibiah
Eros dimengerti sebagi kasih duniawi, sedangkan agape sebagi ungkapan
yang berdasarkan iman dan diresapinya. Keduanya seringkali
dipertentangkan. eros sebagai kasih dalam garis yang menaik, kasih yang
mengingini, agape, kasih dalam garis yang menurun, kasih yang memberi.
Dari sudut padang kristiani, kedua jenis kasih, eros dan agape, kasih
yang menaik dan kasih yang menurun, tak pernah dapat dipisahkan satu
sama lain. Semakin keduanya tampil menyatu sewajarnya dalam dimensi yang
berbeda dalam realitas kasih yang sama, semakin terwujudlah hakikat
kasih sejati. Bila eros pada permulaan terutama menuntut dalam pada
garis menaik, pesona oleh janji besar kebahagiaan, maka maka mendekati
orang lain, makin sedikit memperhatikan diri sendiri, makin menghendaki
kebahagiaan orang lain, makin memperhatiakannya, makin menganugerahkan
dirinya, mau “berada baginya”.
Sebaliknya, manusia tak dapat hidup dalam kasih yang menurun saja.
Barang siapa mau menganugerahi kasih, ia sendiri harus dianugerahi.
Memang manusia bisa seperti kata Tuhan kepada kita- menjadi sumber, dari
mana arus air mengalir, (bdk.Yoh 7:37-38). Namun agar ia menjadi sumber
seperti itu, ia sendiri harus selalu minum dari sumber asli- pada Yesus
Kristus- dari hatiNya yang terbuka mengalir kasih Allah sendiri (bdk.
Yoh. 19:34).
Pada akhirnya, kasih merupakan satu realitas, tetapi dengan pelbagi
dimensi- setiap kali hanya satu yang dapat lebih menonjol Namun di mana
kedua dimensi sama sekali terpisah, timbullah karikatur atau paling
sedikit bentuk kekurangan kasih.
Iman alkitabiah tidak menolak kasih manusiwi (eros) melainkan
menerimanya secara utuh, namun ia memurnikan dan membuka dimensi baru.
kebaruan iman alkitabiah ini terutama tampak dalam dua butir yang patut
dikemukanan; dalam gambaran tentang Allah dan manusia.
3. 2. Kebaruan Iman Alkitabiah
Pertama, gambaran baru tentang Allah. Allah itu satu, Pencipta
seluruh realitas, bahwa realitas ini berasal dari kuasa sabdaNya yang
menciptakan. Ini berarti ciptaanNya ini dikasihiNya, karena
dikehendakiNya sendiri, dibuat” olehNya. Allah ini mengasihi manusia. ia
mengasihiNya dan kasihNya ini dapat diesbut eros, yang sekaligus
seutuhnya agape. Kasih Allah kepada mansia tempak dalam hubunganNya
dengan Israel allah setia terhdap umatNya, meskipun mereka tidak setia.
kasih Allah dianugerahkan. Cuma-Cuma dan tanopa jasa sebelumnya, juga
kasih itu mengampuni.
Kedua, gambaran tentang manusia. Manusia diciptakan Allah sebagai
laki-laki dan wanita. Keduanya diciptakan Allah untuk saling melengkapi,
bukan saling menguasai. manusia menjadi “utuh” hanya dalam kebersamaan
pria dan wanita. Itulah sebabnya” pria meninggalkan ibu-bapanya dan
bersatu dengan isterinya dan keduanya menjadi satu daging” (kej. 2:24)
4. Yesus Kristus Cinta Allah yang Menjelma Menjadi Manusia
Kasih Allah. Allah yang mengasihi, bukan dengan berkata-kata. Kasih
Allah terungkap dlam bertindak. Tindakan Allah sebagai wujud kasihNya
mengambil bentuk dramatis dalam hal bahwa Allah dalam Yesus Kristus
sendiri mencari “domba yang hilang” umat manusia yang menderita dan
hilang. Dalam wafatNya di salib terwujudlah sikap Allah terhadap diriNya
sendiri- Ia menganugerahkan diri untuk mengangkat dan menyelamatkan
manusia-kasih dalam bentuk paling radikal. Itulah sebabnya Yoh. menulis
“Allah adalah Kasih” ( 1Yoh. 4:8) dan dari situ kini dapat
didefisnisikan, apa kasih itu. Kasih: penyerahan diri, penganugerahan
diri.
Tindakan penyerahan diri ini oleh Yesus dilestarikan dengan pengadaan
Ekaristi pada malam perjamuan malam terakhir. Kristus, dalam ekaristi,
melalui roti dan anggur memberikan diriNya, Tubuh dan darahNya kepada
manusia. Ia menjadi santapan bagi kita-sebagai kasih. Ekaristi
melibatkan kita dalam tindakan penyerahan diri Yesus. kita tidak hanya
secara statis menerima Logos (Kristus) yang menjelma, melainkan
diikutksertakan dalam dinamika penyerahan diriNya.
Persatuan dengan Kristus sekaligus persatuan dengan semua lainnya,
yang dianugerahi diriNya. Aku tidak mempunyai Kristus hanya bagi diriku,
aku dapat menjadi milikNya atau mau menjadi milikNya. Komuni mencabut
aku dari diriku kepadaNya dan dengan itu sekaligus persatuan dengan
semua orang kristiani. Kita menjadi satu tubuh”, eksistensi yang
terlebur menjadi satu.
Kasih akan Allah dan akan sesama sunguh menyatu. Allah yang menjadi,
manusia menarik kita kita semua kepada dirinya dari situ menjadi jelas
bahwa agape kini juga menjadi sebutan untuk Ekaristi. Di dalamnya agape
Allah menjeman bagi kita untuk bekerja terus dalam dan melalui kita.
Hanya dengan berpangkal pada dasar kristologis-sakramental ini orang
dapat memahami dengan benar ajaran Yesus tentang kasih.
4. 1. Kasih akan Allah dan Akan Sesama
Dapatkah kita mengasihi Allah yang tidak kita lihat? Dan dapatkah
kasih diperintahkan?. Tak seorangpun pernah melihat Allah-bagaimana kita
dapat mengasihiNya. Kasih kepada Allah hanya dimungkinkan dengan
mencintai sesama ”barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang
dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya (1 Yoh.
4:20). Di sini ditegaskan keterkaitan tak terpisahkan antara kasih akan
Allah dan akan sesama. Keduanya merupakan kesatuan sedemikian rupa,
sehingga mengatakan mengasihi Allah tetapi menutup mata atau dirinya
kepada sesama atau bahkan membencinya menjadi dusta.
4. 2. Kasih Bukan Hanya Soal Perasaan
Perasaan datang dan pergi. Perasaan dapat menjadi pemicu yang
dahsyat, tetapi bukan keseluruhan kasih. Kasih yang matang melibatkan
semua kekuatan manusia, mengintegrasikan manusia dalam keseluruhannya.
Kasih tak pernah selesai dan tuntas, kasih berubah melalui perjalanan
hidup, menjadi matang dan justeru karena itu tetap setia pada dirinya
sendiri. Kasih membuat orang semakin mirip satu sama lain, yang membawa
kepada kebersamaan kehendak dan pemikiran.
Kasih yang diwartakan Kitab Suci berarti bahwa aku mengasihi juga
sesamaku yang tidak kusukai atau bahkan tidak kukenal, dengan berpangkal
pada Allah. Itu hanya mungkin terjadi berdasarkan pertemuan batin
dengan Allah, menjadi persekutuan kehendak dan menjangkau sampai pada
perasaan. Maka aku belajar melihat orang lain itu tidak lagi hanya
dengan mata dan perasaanku, melainkan dari perspektif Yesus Kristus.
SahabatNya adalah sahabatku.
Dengan melihat dengan Kristus, aku dapat memberi kepda orang lain itu
lebih daripada hanya hal-hal yang secara lahiriah perlu: pandangan
kasih yang dibutuhkannya. Bila sentuhan dengan Allah sama sekali tak ada
dalam hatiku, maka dalam orang lain aku hanya dapat melihat orang lain
dan tak dapat mengenal gambaran ilahi dalam dirinya. Kasih akan Allah
dan akan sesama tak terpisahkan. Keduanya hanya satu perintah. Namun
keduanya hidup dari kasih Allah yang menyongsong dan mendahului. maka
itu bukan lagi pernitah dari luar, yang memerintahkan sesuatu yang
mustahil, melainkan pengalaman kasih dari dalam yang dianugerahkan, yang
menurut hakikatnya harus terus memberi. Kasih tumbuh oleh kasih. kasih
itu ilahi, karena berasal dari Allah dan menyatukan kita dengan Allah,
membuat kita dalam proses penyatuan ini menjadi kita, yang mengatasi
perpecahan dan menyatukan kita, sehingga pada akhirnya Allah menajdi
semua di dalam semua( 1Kor 15:28).
5. Gereja Sebagai Agen Cinta
Gereja yang diimaksudkan adalah umat beriman, orang-orang yang telah
dibaptis dalam nama Kristus. Gereja yang dimaksudkan adalah persekutuan
orang-orang-orang yang percaya kepada Kristus, terikat oleh satu iman,
satu Pembaptisan. Kepada Gereja ini, diberi tugas oleh kristus untuk
melakukan perintah untuk mencinta dan mengasihi. “Hendaklah kamu saling
mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu.” Tugas kasih Gereja
ini terungkap dalam hakikat Gereja itu sendiri yakni: koinonia,
diakonia, leiturgia, martiria. Kepada semua umat beriman diberi keempat
tugas gereja yang mengungkapkan karya kasih Gereja. Gereja yang
dimaksudkan adalah mencakup semua umat beriman, juga Orang Muda Katolik
(OMK).
5. 1. Orang Muda Katolik (OMK): Agen Cinta
Kaum muda, secara khusus orang muda katolik, merupakan harapan
Gereja. Masa depan Gereja berada ditangan generasi muda sekarang ini.
Namun seringkali kenyataan menunjukkan bahwa kaum muda kurang
menunjukkan gairah dalam hidup beriman. Hal ini bisa terjadi karena
pertama dari pihak kaum muda yang kurang menyadari perannya dan
panggilannya sebagai orang beriman (yakni menyangkut empat tugas Gereja
di atas), Kedua, dari pihak Gereja (terutama para pemimpin) yang kurang
mengakomodir kaum muda dalam kehidupan menggeraja yang mengakibatkan
kaum muda merasa diabaikan, disisihkan dari keterlibatan untuk membangun
kehidupan Gereja. Namun di sini kita tidak perlu mempersalahkan pihak
mana yang salah dan benar. Sebab saling mempersalahkan bukan solusi. Hal
yang paling penting untuk disadari bahwa kedua belah pihak perlu saling
membuka diri untuk bekerja sama. Kamu muda diharapkan dengan menemukan
kesadaran baru bahwa kasih atau cinta tidak hanya menyangut eros, tetapi
menyangkut juga agepe yang dapat diungkapkan dalam keterlibatan dalam
kehidupan Gereja, bersama orang lain, sesama, bukan individual,
egoistis. Sebaiknya, Gereja perlu menyadari bahwa dalam diri kaum muda,
terdapat kekuatan-kekuatan positif yang perlu dirangkul, seperti
semangat, idealisme, cita-cita, harapan, untuk memperoleh ruang bagi
keterlibatan dalam hidup menggereja sebagai wujud pelaksanakana perintah
kasih dari Tuhan yang mengalir dari pengalaman dikasihi oleh Allah.
Gereja perlu memiliki sikap terbuka dan mendengarkan aspirasi kaum
muda, tentang apa yang mereka butuhkan untuk dapat bertumbuh dalam kasih
dan melibatkan diri dalam tugas-tugas gereja. Sebaliknya, dalam diri
kamu muda hendaknya mempunyai keterbukaan untuk menerima (tetapi dengan
sikap kritis) dorongan dari pihak Gereja entah melalui himbauan,
nasehat, pewartaan untuk terlibat dalam kehidupan menggereja.
Hanya dengan demikian, kaum muda dapat bersama-sama dengan semua umat
beriman lain, menjadi agen-agen kasih, penebar cinta di dunia yang
semakin diwarnai oleh persaingan, iri hati, kekerasan, kebencian,
kecemburuan, dan aneka bentuk kejahatan yang merendahkan martabat
manusia, dan merusak tatanan ekologis.
6. Keluarga Sebagai Sekolah Cinta
Keterlibatan dalam kehidupan menggeraja merupakan wujud cinta kasih
kepada Allah dan kepada sesama. Keterlibatan ini merupakan suatu proses
belajar untuk menyatu dengan orang lain, untuk mempunyai empati,
perhatian, keprihatinan kepada sesama.
Proses belajar ini mestinya berawal dari keluarga, sebab setiap orang
lahir dan dibesarkan dalam keluarga tertentu. Di dalam keluarga,
seseorang belajar untuk mencintai-mengasihi. Suami mengasihi isteri dan
sebaliknya, orangtua mengasihi anak-anak dan juga sebaliknya.
Keluarga merupakan tanda pertama dan paling penting bagi pertumbuhan
kasih (cinta). Keluarga merupakan suatu jalan yang biasa bagi semua
orang, namun merupakan suatu jalan yang khusus, unik dan tidak pernah
dapat diulangi lagi. Keluarga merupakan jalan yang tak dapat ditarik
kemabali oleh seorang manusia, dan dapat dikatakan bahwa kenyataan
hadirnya seorang individu adalah karean keluarganya. Bila seorang
manusia tidak mempunyai keluarga, maka orangterebut akan tumbuh menjadi
seornag yang gelisah, sedih dan merasa kehilangan dan ini akan menjadi
beban seumur hidupnya. Keluarga merupakan cakrawala keberadaan
seseorang, komunitas dasar di mana seluruh jaringan hubungan sosialnya
dibangun. Hubungan yang berdasarkan kasih yang tulus mendorong orang
untuk bertumbuh secara sehat. Sebaliknya, hubungan yang mengedepankan
kekerasan menjauhkan orang dari kasih. Hubungan antara angota keluarga
perlu dibangun berdasarkan sikap saling menghormati, peduli,
bertanggung jawab satu sama lain, berdialog, saling memberi dan
menerima. Untuk menumbuhkan kasih itu, maka perlu mengembangkan
kebiasaan untuk berkumpul bersama, berdoa bersama, makan bersama.
Keluarga sebagai persekutuan kasih. Tanpa kasih, persekutuan itu
goyah, bahkan berantakkan. Kita tak bisa menutup mata terhadap kenyataan
yang menunjukkan bahwa banyak orang bercerai, berselingkuh, kekerasan
karena di dalamnya tak ada kasih, tak ada komitmen untuk setia dalam
mengasihi. tentu akhirnya diperhadapkan pada soal bagaimana penghayatan
hidupnya. Bisa saja karena kesalahan dalam mengartikan dan mamaknai
serta menghayati cinta dalam hidupnya. Jika kesalahan itu karena egoisme
diri,itulah yang melahirkan fatalisme cinta. Cinta tak boleh dipandang
sebelah mata, jika demikian halnya ia akan menjadi boomerang dan bahkan
menjadi momok yang menghatui dan hidup tidak akan pernah utuh sesuai
dengan sejatinya kodrat cinta itu.
6. Penutup
Cinta itu holistik. Cinta itu make a whole, namun cinta itu
membutuhkan komitmen. Komitmen menuntut pengurbanan diri. Kasih ini tak
lain adalah pemberian diri yang tulus. Mengasihi berarti memberikan dan
menerima sesuatu yang tidak dapat dibeli maupun dijual, tetapi hanya
diberikan dengan bebas dan secara timbal balik, bersifat tetap dan tak
dapat ditarik kembali. Singkatnya adalah bahwa peradaban kasih hanya
dapat dimulai dalam keluarga. Dari keluarga seseorang belajar menjadi
agen kasih. Keluarga sekaligus pusat dan jantung dari peradaban kasih.
sumber : MIK'ers blog
BACA JUGA ARTIKEL BERIKUT -

Indonesia youth day 2012
“Satu bentuk perhatian Gereja ter-hadap OMK adalah penyelenggaraan acara berupa perjumpaan bagi ... . more »
-
Indonesia youth day 2012
“Satu bentuk perhatian Gereja ter-hadap OMK adalah penyelenggaraan acara berupa perjumpaan bagi ... . more »
-
TANCAP TIANG RUMAH BETANG PANJANG DESA RAWAK
“sory kawan-kawan sya baru posting lagi.... maklum lau di kampung koneksi lolak.... kali ini saya b... . more »
-
10 TELADAN YESUS SEBAGAI PEMIMPIN
“Mental seorang pemimpin diperlukan oleh siapapun yang ingin mulai meniti tangga kesuksesan. Untuk itu orang biasanya mencari teladan a... more »
-
Pembinaan Kaum Muda Katolik di Persimpangan Jalan
Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembang tidaknya suatu bangsa tergantung pada kaum muda. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kaum ...more »
-
MENJADI KAUM MUDA YANG SIAP DI UTUS
Perubahan kehidupan manusia tidak terlepas dari pola kehidupan manusia (pattern of life). Sebelum me... more »
-
MENCETAK KAUM MUDA YANG MISIONER bagain II;
Sebuah Pengantar dan Pedoman Praktis Menjadi kaum muda yang misioner Setelah mendiskripsikan signifikansi kaum muda dalam misi, tulis... more »
-
MENCETAK KAUM MUDA YANG MISIONER bagian 1
Sebuah Pengantar dan Pedoman Praktis Kaum muda dan misi Salah satu krisis dalam pergerakan misi dewasa adalah misi kepada ka...
-
Dimana letaknya iman Katolik seperti tujuh sakramen dalam Kitab Suci?
Silahkan klik link ayat-ayat yang terdapat pada bagiannya masing-masing untuk membacanya. 1. BAB... more »
-
Pelayanan Kaum Muda ( Strategi Pelayanan ) bagian II
Kemandegan yang terjadi di dalam pelayanan kaum muda bukan disebabkan program yang buruk,... more »
-
Pelayanan Kaum Muda ( Sabda ) bagian I
1. Arti Kaum Muda Melihat ciri utama kaum muda itu maka bisa dimengerti bahwa kaum muda dan usia muda mempunyai arti kepentingan ters... more »
-
MENGUAK KELUASAN MAKNA CINTA-(KASIH); MEMBUKA RUANG KETERLIBATAN ORANG MUDA KATOLIK (OMK) DALAM HIDUP MENGGEREJA
1. Cinta Dari Perspektif Psikoanalisa Seorang psikoanalisis ternama Erich Fromm, dalam bukunya the Art of Loving, menguraikan bahwa cinta ... more »
-
“Soegija”, Cantik Memotret Situasi (sambungan)
FILM Soegija tampil sangat menawan dan boleh dibilang dahsyat, justru kalau melihat sisi artistiknya sebuah film. Sutradara Garin Nugroho... more »
-
“Soegija”, Indonesia Muda dalam Perspektif Nasionalisme Gereja Katolik
FILM – tulis André Bazin (1918-1958) dalam esainya Qu’est-ce que c’est un cinema? — lahir bukan karena hasil perkembangan teknologi r..... more »
-
NAK, berkacalah di cerminmu sendiri
NAK , berkacalah di cerminmu sendiri. Adalah nasehat yang selalu didengungkan oleh seorang ibu kepada anak tunggalnya yang berumur 1...more »
-
iman dalam era globalisasi
“Anak muda sudah jenuh melihat berita-berita di berbagai media, semuanya mengangkat tentang kebobrokan sistem pemerintah...more »
-
Mission at Work
“Mengabarkan Injil enggak selalu harus dengan cara meninggalkan dunia kerja sekuler untuk masuk ke sekolah teologia. Kita tetap bisa me... more »