“Anak muda sudah jenuh melihat
berita-berita di berbagai media, semuanya mengangkat tentang kebobrokan
sistem pemerintahan di Negara Indonesia, namun tetap masih ada
segelintir anak muda yang perduli dengan persoalan itu. Mudah-mudahan
energi positifnya dapat menular ke yang lain.”
“Dia adalah imam (pastor) dan mantan uskup dari Serikat Sabda
Allah (SVD) yang berhenti pada Januari 2005 dengan alasan kesehatan yang
tidak menentu. Tetapi sebulan kemudian Vatikan membebastugaskannya dari
jabatan uskup karena terlibat dalam politik praktis.” Untuk membela
yang tertindas!!
Pada masa kini orang dewasa (para pendahulu kita) mulai menyadari
pentingnya peranan orang muda Katolik dalam membangun kehidupan
menggereja dan masyarakat yang lebih baik. Orang muda Katolik sering
dijuluki sebagai bunga Gereja dan harapan bangsa, sebab di pundak orang
muda Katolik juga terpatri berjuta harapan semua pihak baik keluarga,
Gereja maupun bangsa dan negara. Masa muda merupakan masa yang penuh
tantangan sejalan dengan siapa orang muda Katolik, bagaimana dengan
perkembangan imannya sebagai anggota Gereja Katolik dan fungsi mereka
dalam hidup menggereja dan berbangsa.
Iman orang muda Katolik kepada Allah Tritunggal sedang berada dalam
tahap peralihan yakni dari iman yang diwariskan oleh orang tua menuju
kedewasaan iman Katolik yang sejati. Hidup Katolisitas orang muda
Katolik membutuhkan refleksi dan perjuangan, sebab menjadi anggota
Gereja Katolik tidak hanya sekedar Katolik, tetapi harus terlebih dahulu
beriman kepada Allah Tritunggal dan selalu berusaha merefklesikan atau
menghayati-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Iman Katolik tidak bersifat
statis, tetapi dinamis dan selalu berkembang. Kemampuan berefleksi akan
iman dalam Yesus Kristus, membuahkan hasil yang semakin lama semakin
dewasa dalam iman Katolik.
Namun kenyataannya tidak demikian, sebab kekatolikan orang muda
Katolik mayoritas atas warisan dari orang tua. Sejak masih bayi orang
muda Katolik sudah dibaptis dan menerima agamanya tanpa sikap kritis,
sehingga belum sepenuhnya mampu mempertanggungjawabkan identitasnya
sebagai anggota Gereja Katolik. Di bidang katekese belum menghasilkan
buah seperti yang diharapkan oleh Gereja. Oleh karena itu, di bidang
katekese perlu ditingkatkan dan lebih aktif dalam menanamkan nilai-nilai
Katolisitas yang kontekstual, melalui pengkaderan orang muda Katolik
menjadi bagian dalam tugas pelayanan Gereja di tengah dunia. Orang muda
Katolik saat ini hendaknya mempersiapkan diri menjadi bagian dalam
perjuangan bangsa melalui keaktifan dalam kehidupan berpolitik.
Keluarga-keluarga Katolik sekarang ini hanya membentuk orang muda
Katolik, sebagai generasi yang hanya menerima keadaan iman Katolik yang
kurang dipertanggungjawabkan dan menerima kehidupan sosial dan politik
yang sulit, bukan berjuang untuk mengatasinya. Akibatnya, banyak orang
muda Katolik mudah pindah iman dan agama, kerena belum menemukan
eksistensi imannya dalam komunitas Katolik. Orang muda Katolik kurang
dipersiapkan secara matang untuk menghadapi kerasnya kehidupan, malah
lebih cenderung tenggelam pada urusan pribadi dalam mengejar kesenagan
untuk diri sendiri, sehingga kehilangan daya kritis dan bahkan rasa
kepedulian terhadap nasib bangsa. Pembiasan politik tidak lagi demi
kepentingan bersama, melainkan kepentingan individu atau kelompok. Orang
muda Katolik sekarang ini tidak mau bersusah payah tetapi ingin
bersenang-senang untuk menikmati hasil kerja keras orang tua. Kegiatan
sekolah, kuliah, kerja dan jalan-jalan ke mall atau aktivitas fun yang
artinya, kegembiraan sudah membuat orang muda Katolik merasa cukup.
Kemungkinan yang ada kurang dilihat atau kalau pun dilihat kurang
dimanfaatkan seperti mengikuti perkumpulan Mudika, kegiatan Legio Maria,
persekutuan karismatik Katolik, kegiatan PMKRI, Karang Taruna, WKRI,
KMK dan lain sebagainya untuk mengembangkan hidup Katolisitasnya.
Sebagai umat Katolik yang sejati, dituntut keaktifan dalam
mengembangkan hidup Katolisitasnya agar lebih realistis sebagai pengikut
Yesus Kristus. Dalam hidup beriman sebagian besar orang muda Katolik
bersikap acuh tak acuh dan bahkan menjadi korban dari penyakit sosial
termasuk juga yang dikenal dengan ateisme moderen. Pengaruh negatif
tersebut, orang muda Katolik menganggap bahwa agama hanya suatu
formalitas, sehingga kurang berminat membaca dan merenungkan Kitab Suci,
mengikuti perayaan ekaristi kurang serius dan kurangnya pengetahuan
agama Katolik dan bahkan penghayatan imannya pun sangat dangkal.
Bicara tentang politik orang muda Katolik lebih cenderung
beranggapan bahwa politik itu kotor, sehingga merasa segan untuk
berdekatan dengan masalah politik. Kalau dicermati dengan baik, sebagian
besar orang muda Katolik hampir tidak mau peduli terhadap kehidupan
berpolitik, bahkan menganggap urusan politik sebagai sesuatu yang tabu,
padahal dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar ditentukan oleh
kebijakan politik.
Dengan problematika di atas, penulis menyadari betapa pentingnya
peran orang muda Katolik sekarang ini untuk membangun dan memperjuangkan
kepentingan hidup bersama khususnya di bidang politik, meskipun ada
sikap apatis tetapi memcoba untuk berusaha mengimbau orang muda Katolik
untuk menjadi bagian di bidang politik. Oleh karena itu, penulis ingin
menggali potensi-potensi orang muda Katolik sebagai harapan masa depan
Gereja dan bangsa. Dalam hal ini juga, penulis ingin mendalami lebih
spesifik tentang politik dalam perspektif Gereja Katolik, sebab sebagai
petugas pastoral tidak boleh buta tentang politik. Di bidang politik
merupakan salah satu lahan untuk berpastoral, tidak hanya secara intern
tetapi juga ekstern.
Orang muda Katolik nampaknya belum sepenuhnya menghayati imannya
sebagai umat Katolik, sebab dasar iman mereka masih warisan oleh orang
tua, dan bahkan mempertanggung jawabkan imannya pun dalam kehidupan
sehari-hari masih mudah goyah. Sekalipun mereka sudah dibaptis tetapi
iman mereka kepada Allah Tritunggal masih dangkal. Kenyataannya iman
mereka masih dapat dipengaruhi oleh iman orang lain dan bahkan mudah
pindah iman dan agama. Orang muda Katolik belum sepenuhnya mengerti
kekhasan ajaran iman Gereja Katolik.
Sebagai warga masyarakat majemuk, orang muda Katolik mesti mau
hidup membaur dan berkarya bukan hanya bagi Gereja Katolik, tetapi juga
bagi masyarakat, sebab orang muda Katolik juga adalah warga negara
Republik Indonesia. Seperti termaktub dalam surat Yakobus: ”Apakah
gunanya, jika seseorang menyatakan bahwa ia mempunyai iman padahal tidak
mempunyai perbuatan” (Yak 2:14). Semangat hidup Katolisitas tidak hanya
diterima, direfleksikan, dipelajari, dihayati tetapi harus dikonkretkan
dalam kehidupan sehari-hari, melalui sifat dan tingkah laku setiap
anggota Gereja. Salah satu perwujudan hidup katolisitas orang muda
Katolik adalah keterlibatan aktif dan menjadi bagian hidup berpolitik.
Seorang politikus Katolik dan penggiat orang muda Katolik dalam
berpolitik harus dengan sungguh-sungguh menemukan dan memiliki makna
dalam hidup bernegara. Romo Dr. Eddy Kristiyanto, OFM menegaskan bahwa:
Semua agamawan sadar, bahwa Allah itu politis. Jika orang
mengeluarkan dari kitab-kitab suci agama kandungan dan makna politis,
maka akan ditemukan bahwa ”begitu banyak lobang” dalam kitab suci.
Kandungan dan makna politis di sini adalah sikap Diri Allah yang berada
di samping, mendampingi dan menyertai. Mengingat Allah itu politis di
hadapan kenyataan ciptaan-Nya, maka segenap ciptaan (terutama manusia,
yang adalah citra Allah sendiri), tidak ada pilihan lain. Manusia perlu
bersikap politis. Tegasnya, bersikap politis merupakan sakramen, yakni
tanda dan sarana yang mengantar pada pembebasan dan peyelamatan.
Secara tegas politik diartikan sebagai pelayanan dan perwujudan
kasih Allah untuk mengusahakan kesejahteraan bersama dengan mengikuti
dan meneladani Yesus Kristus yang memiliki kepedulian dan semangat
politik, terutama politik solidaritas bagi mereka yang lemah, miskin dan
tersingkir untuk menghadirkan kesejahteraan dan keselamatan. Setiap
orang muda Katolik dipanggil untuk membangun Gereja Katolik dan
masyarakat, sebagaimana yang pernah diseruhkan dalam semangat moral oleh
almarhum Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ ”menjadi seratus persen
Katolik dan seratus persen warga negara Indonesia” tetap relevan
direnungkan. Dalam hal ini merupakan suatu pelayanan yang total, baik di
lingkungan Gereja Katolik maupun di wilayah negara. Orang muda Katolik
mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupan Gereja dan tanah airnya.
Keterlibatan orang muda Katolik dalam kehidupan berpolitik
merupakan perwujudan iman mereka sebagaimana misi Yesus ”Aku datang
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20: 28). Oleh karena
itu, orang muda Katolik hendaknya menjadi bagian dalam suatu organisasi
yang ada baik dalam komunitas Katolik maupun dalam masyarakat umum untuk
dijadikan sebagai wadah dan kancah pembelajaran. Orang muda Katolik
harus mau dan mampu membangun komunikasi dengan orang dewasa yang sudah
memiliki pengetahuan dan pengalaman berpolitik.
Dengan mengikuti dan menjadi bagian dalam suatu organisasi, di situ
orang muda Katolik dapat ikut membangun persatuan sebagai satu bangsa
dan tanah air, sehingga pengembangan Katolisitas orang muda Katolik
tidak hanya di lingkungan Gereja Katolik, tetapi juga di wilayah sosial
dan politik. Dengan demikian, orang muda Katolik mau dan mampu menjadi
saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat majemuk. Dalam pembahasan
sikripsi ini, penulis dapat membatasi tema lebih terfokus pada
pengembangan Katolisitas orang muda Katolik yang berhubungan dengan
peran mereka dalam hidup berpolitik. Menjadi orang muda Katolik yang
integral mereka harus memenuhi tiga unsur yaitu Muda, Katolik, dan
Indonesia. Ketiga unsur itu harus integral, utuh, ada dalam diri orang
muda Katolik. Orang muda Katolik harus menjadi sepenuh-penuhnya beriman
Katolik dalam bimbingan Roh Kudus dan seutuh-utuhnya berjiwa Indonesia
pribumi. Minimal yang bisa dilakukan OMK tetap menunjukan kepedulian
dengan belajar berorganisasi, dan itu dasar politik dalam sub kecil.