MENCETAK KAUM MUDA YANG MISIONER bagain II



Sebuah Pengantar dan Pedoman Praktis

Menjadi kaum muda yang misioner
Setelah mendiskripsikan signifikansi kaum muda dalam misi, tulisan ini selanjutnya berusaha memberikan  beberapa  pedoman  praktis  untuk  mencetak kaum  muda  sebagai  generasi  yang misioner.  Pedoman  praktis  yang  paling  penting,  tetapi  sekaligus  sering  diabaikan,  adalah berdoa.  Sejarah  telah  mencatat  bahwa  kegerakan  misi  di  kalangan  kaum  muda  dimulai dengan doa. David Byrant mengatakan, “there is a threefold development in God’s pattern of awakening:  first,  there  are  prayer  movements,  then there  is  revitalization,  then  expansion”.Doa  memegang  peranan  lebih  penting  daripada  pengetahuan  tentang  misi  dan  berbagai metode/strategi  dalam  misi.  Suatu  metode  tidak  selalu  bisa  diaplikasikan  dalam  konteks tertentu,  tetapi  doa  berada  di  atas  semua  konteks.  Allah  yang  memiliki  pekerjaan  misi, sehingga pelaku misi perlu terus bergantung pada Allah. Berikut ini adalah beberapa langkah praktis yang bisa ditempuh:
https://fbcdn-photos-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/292640_200066746783436_233302571_a.jpg1.  Pemimpin  kaum  muda  perlu  memotivasi  anggota  untuk  berdoa  melalui  kotbah  dan pemberian informasi terbaru tentang keadaan misi di dunia atau Indonesia. Kaum muda perlu mendapatkan informasi tentang berbagai Unreached People Group (UPG) yang ada dan apa yang Allah sedang lakukan dalam misi di dunia. 
2.  Pemimpin  kaum  muda  perlu  mengadakan konser  doa (insidentil)  khusus  untuk  misi. Konser ini sebisa mungkin melibatkan kaum muda dari denominasi lain.
3.  Pemimpin kaum muda perlu mengadakan aktivitas doa yang teratur (berkala).
4.  Pemimpin kaum muda perlu mengarahkan anggota untuk berdoa secara khusus (spesifik) tentang target dan program misi yang akan dilakukan.
Pedoman selanjutnya adalah memformulasikan ulang pengertian “misi”. Ada tiga pandangan
umum  tentang  misi. Pandangan  tradisional  melihat  misi  identik  (dan  terbatas  pada) penginjilan.  Menurut  pandangan  modern  (kalangan  liberal)  misi  mencakup  penginjilan  dan pelayanan  sosial.  Bagi  mereka  penginjilan  tidak  lebih  penting  daripada  pelayanan  sosial. Perubahan  paradigma  kalangan  Injili  tentang  pengertian  misi  dipelopori  oleh  John  Stott.  Ia berpendapat  bahwa  misi  Alkitabiah  mencakup  penginjilan  dan  pelayanan,  tetapi  penginjilan tetap menjadi inti misi. Murid-murid diutus untuk melakukan misi sama seperti yang telah dilakukan Yesus, sedangkan dalam pelayanan Yesus, Ia tidak hanya memberitakan Injil tetapi juga memperhatikan masalah sosial. Perbedaan konsep tentang pengertian misi seperti di atas bisa membawa implikasi praktis secara vocational (konsep tentang pekerjaan), local (konsep tentang  jenis  pelayanan  gereja)  dan  national  (konsep  tentang  keterlibatan  gereja  dalam masyarakat).  Dengan  pemahaman  yang  holistik  ini  kaum  muda  akan dimampukan  untuk menjadikan  misi  sebagai  gaya  hidup.  Kaum  muda  dibimbing  untuk  melihat  apapun  dan kapanpun aktivitas mereka, mereka bisa memanfaatkannya untuk melakukan misi
Pedoman  ketiga  adalah mengadakan  berbagai  “propaganda”  misi.  Kegiatan  ini  bermanfaat untuk  menumbuhkan  kesadaran  tentang  misi.  Salah  satu  elemen  penting  dalam  tahap  ini adalah pengadaan berbagai seminar misi. Kaum muda akan termotivasi untuk melibatkan diri dalam  pergerakan  misi  yang  besar  di  dunia.  Mereka juga  dibekali  dengan  pemahaman  yang benar  tentang  misi  dan  semua  aspek  yang  berhubungan  dengan  misi.    Pada  tahap  ini  kaum muda perlu mendengarkan langsung dari beberapa praktisi misi di lapangan maupun melihat film  dokuementer  tentang  tokoh-tokoh  misi.  Mereka  perlu  mengetahui  peluang,  tantangan dan dedikasi para pelaku misi, sehingga mereka bisa lebih apresiatif terhadap aktivitas misi. Kesaksian  pertobatan  dari  beberapa  anggota  kaum  muda  dan  pengaruh  signifikan  dari pertobatan  tersebut  juga  bisa  menjadi  sumber  motivasi.  Selain  itu, up  dating  informasi tentang  aktivitas  misi  yang  telah  atau  sedang  dilakukan  oleh  kaum  muda  akan  berpengaruh besar  terhadap  apreasiasi  mereka.  Berikut  ini  adalah  beberapa  topik  penting  yang  bisa dijadikan tema seminar:
1.  Misi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
2.  Sejarah misi dunia.
3.  Berbagai teori dan trend terbaru dalam gerakan misi.
4.  Misi dan budaya (kontekstualisasi)
Pedoman  selanjutnya  adalah menentukan  target  misi.  Mengenali  taget  misi  secara  khusus akan  meningkatkan  efektivitas  misi  yang  dilakukan. Pembatasan  ini  bukan  dimaksudkan sebagai  eksklusivitas,  tetapi  lebih  pada  prioritas.  Kaum  muda  perlu  mengenal  beragam  opsi bagi  sasaran  misi  yang  dilakukan.  Menjadi  misioner tidak  harus  pergi  ke  pedalaman  untuk mengabarkan  Injil  (kecuali  jikalau  seseorang  merasa pasti  dipanggil secara  khusus  menjadi penginjil). Beberapa golongan yang mungkin bisa dijadikan target misi antara lain pelayanan anak jalanan,  anak  yatim  di  panti  asuhan,  rumah  sakit,  pecandu  narkoba, bahkan  sahabat  di sekolah  tidak  jarang  ada  yang  belum  pernah  mendengarkan  Injil.  Kaum  muda  hanya  perlu mengambil  satu  target  secara  khusus  dalam  jangka  waktu  tertentu.  Setelah  target  tersebut secara  relatif  telah  dicapai,  kaum  muda  bisa  mengganti  dengan  target  yang  lain.  Mayoritas gereja  hanya  memfokuskan  pada  penggalakan  misi  kepada  sahabat-sahabat  dengan  harapan aktivitas  tersebut  dapat  meningkat  pertumbuhan  gereja,  tetapi  kaum  muda  sebaiknya  tidak terpaku  pada  target  ini, karena  hal  ini  bisa  menimbulkan  kesan  bahwa  misi  bertujuan  untuk pelebaran gereja, bukan pelebaran Kerajaan Allah.
Setelah  menemukan  pimpinan  Allah  yang  berkaitan  dengan  target  misi,  kaum  muda selanjutnya perlu mendapatkan pelatihan khusus. Bagaimanapun, seminar yang tanpa disertai pelatihan  hanya  akan  menghasilkan  ‘guilty  feeling’.  Apabila  perasaan  bersalah  ini  terus menerus dibangkitkan melalui berbagai seminar misi yang diadakan, hal ini bisa “mematikan nurani  terhadap  misi”.  Dalam  kaitan  dengan  hal  ini,  salah  satu  faktor  yang  berpengaruh adalah konsep seseorang tentang pendidikan. Dalam salah satu bab yang berjudul “Education in Mission” Paul D. and Katherine A. Gehris menjelaskan cakupan pendidikan:
The dictionary says to educate is to develop the facilities and powers of by teaching, instructing or schooling; to quality by instruction or training for a particular calling or  practice.  Some  people think  that  one  is  educated  when  one  knows  a  lot  of  facts about a specific subject; others think that facts are less important than the ability to find answers to the questions that arise in a given area’and still others think that the educated  person  is  one who  learns  from  the  past  in order  to plan  for  the  future.  All are right but not exclusive. Education is a continuous process of seeking, discovering, and assimilating

Kaum muda perlu dilibatkan secara langsung dan aktif dalam berbagai tahap misi, mulai dari doa,  observasi,  penentuan  target,  perencanaan,  pelaksanaan  sampai  evaluasi.  Seminar  hanya membahas prinsip yang sangat umum, sedangkan situasi yang dihadapi di lapangan seringkali lebih spesifik tetapi sekaligus kompleks. Bagaimanapun, kaum muda lebih memahami situasi riil  mereka  sendiri,  sehingga  mereka  lebih  peka  dalam  melihat  peluang  dan  tantangan  yang ada.  Tom  Harriger  memberikan  nasehat,  “work  with  the  Christian  students  to  decide  what would  be  most  effective, because  they  know  better  than  we  do  what’s  going  to  attrack  the non-Christian students”
Pedoman terakhir adalah mengadakan evaluasi. Pedoman ini penting untuk mengetahui kunci keberhasilan atau kegagalan suatu perencanaan misi. Usaha ini bukan untuk mencari kambing hitam  dalam  kegagalan  atau  pahlawan  dalam  keberhasilan.  Evaluasi  juga  penting  dalam meningkatkan dedikasi dan loyalitas kaum muda,  karena apapun yang mereka lakukan  akan mendapatkan  penilaian.  Ada  banyak  faktor  yang  mempengaruhi  sebuah  kegagalan  atau keberhasilan,  misalnya  tujuan  yang  terlalu  ambisius,  perencanaan  yang  tidak  konkret, loyalitas  praktisi  yang  tidak  maksimal,  dukungan  gereja  yang  tidak  memadai,  kekurangan secara finansial sampai faktor X di luar prediksi dan proyeksi yang sudah dilakukan

Konklusi

Kaum  muda  memiliki  beberapa  keunikan  yang  tidak  dipunyai  oleh  golongan  masyarakat yang  lain.  Mereka  sangat  berpotensi  untuk  menjadi  penentu  sejarah  dan  arah  masa  depan gereja, karena itu kemampuan mereka harus dikembangkan seoptimal mungkin. Mereka perlu dilibatkan  sedini  mungkin  dan  sebanyak  mungkin  dalam  aktivitas  misi.  Kaum  muda  pada zaman  dahulu  bukan  hanya  menjadi  pelaku  sejarah,  tetapi  juga  pembuat  sejarah.  Hal  yang sama akan tetap terjadi sekarang apabila ada perhatian yang serius dari pemimpin gereja dan pemimpin kaum muda. Kiranya Allah yang memiliki dan telah memulai misi-Nya akan terus membimbing kita menjadi bejana yang efektif di tangan-Nya. Amin

Leave a Reply